SAiV !
BLOODY
STORY,
ACT
ONE.ACT ONE
Semilir angin masih menerpa seperti biasa. Saat ada beberapa
gerbong kereta yang digerakkan dengan mesin bisingnya. Masih berjalan dengan
teratur walau getaran besar yang dikeluarkan cukup terasa, namun tak ada
sesiapa yang mewaspada. Orang-orang, para penumpang hilir mudik sembari
berdiri, menanti, melirik-lirik ke arah dimana kereta akan datang. Beberapa
mencari tempat untuk merebahkan diri, sekedar merehatkan kepenatan diatas
sebuah kursi tunggu. Walau sudah kepenuhan dengan penumpang lain yang pun sedari
tadi menanti.
Suara bising dari
petugas stasiun yang mengumumkan datangnya kereta atau melintasnya kereta besar
kadang sering mengecewakan para penumpang. Menyakitkan. Dikecewakan selalu
menyakitkan. Dijanjikan dengan sesuatu yang menyenangkan, namun nihil. Tidak
akan datang. Sebenarnya apa yang dinantikan? Keadilan. Keadilan dari
kepemimpinan negara ini. Songsong harapan menuju kesejahteraan, selalu saja
merugikan beberapa pihak yang lemah gerahamnya.
Kupikirkan itu lagi, otakku semakin panas. Kutemukan, Para bedebah
itu, sialan. Sewenangnya melakukan tindakan hina itu didepan umum. Menjijikkan.
Sembari menunggu delapan gerbong yang akan dinaiki, mereka bermesraan,
melakukan rangkulan, mendaratkan ciuman. Ini stasiun dengan keramaian yang
normal, cukup mudah kudekati tanpa dicurigai untuk melakukan eksekusi.
Pengumuman tentang kedatangan kereta disuarakan. Mereka yang masih bermesraan
bangkit. Berdiri, ingin melanjutkan di dalam lagi nanti.
Sudah kuambil posisi dengan sangat pas. Tepat dibelakang kedua gay
sialan ini. Kutuunggu saat yang tepat. Hanya sebelas detik saja. Sebelum ujung
kereta melewati arahku. Mereka terlalu rapat dengan garis kuning pembatas..
Lima detik lagi. Kemudian terdengar ledakan keras dan kepulan asap muncul.
Orang tidak panik seluruhnya. Hanya sekedar menoleh dan tidak peduli dan ingin
segera pergi menaiki kereta yang akan tiba dan berhenti dengan sempurna. Dua
lelaki sialan ini menoleh juga ke arah suara ledakan. Dua detik lagi kereta
yang belum melambat akan melewati dihadapan kami. Satu detik. Dhuagh.
Suara ledakan lebih besar terdengar lagi. Orang-orang mulai panik.
Para wanita berlari dan berteriak Perfect timing! Saat seorang wanita berlari
kesebelahku, seolah aku menghindari, namun ku sodorkan tubuhku ke arah dua gay
sialan itu yang sedang merangkul erat, hingga tersungkur ke dalam lintasan dan
dengan otomatis kereta melindas mereka berdua dengan pemberhentian sempurnanya.
Aku berlari ke arah yang ditujukan oleh petugas untuk segera
evakuasi. Pemicu ledakan kecil buatanku sempurna sekali. Tanpa api, tanpa jejak
lagi. Hanya suara dan asapnya yang mengepul ke udara. Belum ada yang menyadari
hingga kereta kembali diberangkatkan dan dikejutkan dengan dua mayat yang
hancur berantakan. Perburuan target nomor 6 dan 7, berjalan sempurna.
-
Pukul sembilan malam.
Masih terlalu cepat untuk kembali ke kediamanku. Rerintikan hujan
sempat membasahi bagian atas pakaianku. Kuamankan ranselku dengan
anti-weathernya agar beberapa alat perburuanku tidak karatan. Aku menempati
sebuah ruangan kecil di sebuah bangunan tinggi. Setelah bernegosiasi dengan
petugas keamanan dan kutawarkan harga yang cocok, aku diijinkan menikmati
ruangan yang tidak bisa dilacak menurutku. Namun aku selalu merasa was-was,
pasti ada yang selangkah lebih maju dariku. Saat kubuka pintu dan masuk,
ruangan sudah seperti ada yang menggeledah lembut. Bau yang tidak biasa, rokok
yang tak befilter, pastinya yang dihisap. Aku cukup sensitif terhadap bau yang
tidak biasa denganku, karena aku bukan juga perokok.
Sebuah meja kecil bertumpukkan buku dan kertas-kertas yang berada pas didepan pintu bergeser, orang
ini menyenggolnya sedikit. Kuambil samurai kecil di saku celanaku, sambil
kutelusuri ruangan disebelah yang hanya dihalangi dengan lemari besar dan ada
sebuah komputer. Sepertinya psikopat. Benar dugaanku, ia sedang mengakses
komputerku dan menggunakan tiga komputer miliknya disekelilingnya. Posisi
duduknya membelakangi kedatanganku, dan dengan cepat, ku rangkul lehernya dan
ku tarik ia kebelakang. Ia melawan, rangkulanku mudah ia lepaskan, tapi dengan
sangat cepat ku ayunkan benda tajam ke arahnya, tepat dilehernya namun ternyata
ia sudah siap menarik pelatuk pistolnya yang sudah menempel di kepalaku.
“calm down, idiot! Ini aku. Maaf kalau masuk dengan tidak sopan.
Dan juga sedikit penggeledahan, kupikir kau punya cemilan.”
“cyberking? Oh come on. Bagaimana kau bisa tahu tempatku?”
“ah, jangan panggil nama itu. Tempatmu? Kau pikir kau sudah bisa
menghilang dengan sempurna? Seperti hantu? Kau selalu berjejak, Owl. Selalu
besuara. Ponselmu. Aku selalu melacak ponselmu yang selalu menggunakan pass
code yang sama.”
“iya tapi sudah kuganti secara berkala, dan juga aku mendiami
tempat ini karena system keamanan firewall yang tidak bisa ditembus, tapi tetap
saja ada.”
“ahahahaha, tidak bisa ditembus ya? Benarkah? Hahaha”
“atau janan-jangan, system di gedung ini, …”
“bukan aku yang merancang, tapi aku konsultan sang perancang.
Hahaha”
“dasar, ini aku bawa makanan jika kau butuh camilan, aku mau
shalat. Kau sudah shalat Cybey?” kataku sambil meletakkan plastik hitam dan
melepas pakaianku yang agak basah.
“pertanyaan horror, baik aku akan shalat bersamamu. Lagi pula,
siapa lagi yang bisa shalat di masjid, karena sudah tidak ada tempat ibadah
lagi di negara ini. Dan juga aku rindu suara lantunanmu”
“apa sih? Kalimatmu terdengar jijik.”
“oops, no, don’t think that I am like that, kau tahu aku sudah
bertunangan dengan Putri, dan aku tahu buruanmu, Owl. Tentang yang terjadi di
stasiun hari ini dan lima lainnya. Sebenarnya ada yang ingin aku diskusikan,
baiknya kita shalat dulu.”
-
Sebuah statemen baru selalu lahir untuk dibawa kepada
perundang-undangan. Didasari dengan kebebasan atau hak-hak keasasian selalu
dituntut demi terwujudnya sebuah peradaban yang dilingkupkan kesejahteraan.
Dibungkus lagi dengan kesetaraan dan keadilan. Baru saja maju dari segi ekonomi
dan politik, negara ini sudah mencetus peraturan dasar-dasar kenegaraan baru.
Bukan lagi dengan dasar-dasar atau asas yang lama. Itu sudah kuno, sudah tidak
layak lagi. Agama juga, itu hanya masalah keyakinan hati. Bukanlah sesuatu yang
harus menjadi patokan dalam kehidupan sehari-hari.
Para pencetus
berotak kaku itu berhasil menghegemoni seluruh lapisan rakyat dengan mudah.
Sesiapa menganggap ini semua demi kepentingan rakyat, kepentingan keadilan.
Mata uang menjadi pesat meningkat, investor ramai menginvestasi di seluruh
kedalaman negeri. Aset-aset menjadi rata terbagi. Tetap saja, selalu ada
sosok-sosok yang masih dalam merugi. Resmilah negara ini menjadi raksasa dalam
liberalisasi. Sesiapa yang berani menginvansi, bersuara, berbisik bahkan
mengeluarkan nafas kalimat-kalimat protes, dalam kurun dua jam ia sudah lenyap
dan tidak pernah ditemukan lagi.
“dengar Owl, aku
bisa mengamankan keberadaanmu seperti yang kulakukan selama ini.”
“maksudmu?”
“kau pikir kau
sudah aman? Aku yang menghapus jejak online yang kau telusuri untuk mencari informasi
keberadaan target buruanmu.”
“jadi maksudmu ini
tidak gatis, kau menuntut bayaran?”
“tentu tidak, kau
sudah menyelamatkan jiwaku dari kegilaan liar dunia, membuka pikiran, aku
bersyukur sekali saat itu disadarkan olehmu. Hingga aku bisa memantaskan diri
untuk melamar Putri.”
“lalu?”
“aku menawarkan
ini, aku harus merekrutmu”
Ia memutar
laptopnya dan aku melihat data-data tentang seperti sebuah perkumpulan rahasia.
Foto-foto target, pelaku, visi misi, dan lokasi-lokasi tertentu.
“tidak, aku lebih
suka bermain solo.”
“ayolah, dengan
bergabung, kau bisa lebih mudah mendapatkan target, visi misinya sama denganmu,
dan kau bisa membalaskan dendammu pada pemerintah ini. Apa lagi yang, ..”
“ini bukan tentang
pembalasan dendam, Cyb, kau pikir aku dendam? Aku sudah mengiklaskan segalanya
yang terjadi. Namun aku harus memperbaiki dengan cara ini. Ini cara yang
diperintahkan Tuhan. Aku bisa mengatasi ini sendirian”
“itu dia,
maksudku. Kelompok ini butuh orang sepertimu. The Leader. Seorang pemimpin.
Belum ada yang cocok untuk memberi arahan dengan benar dan rapi. Setiap anggota
tidak pernah bertatap muka langsung, namun mereka bisa menerima segala perintah
dengan baik selama ini. Kau pikir kau sendirian melakukannya? Menurutmu siapa
dengan sengaja berlari kearahmu agar kau bisa mendorong targetmu. Mereka selalu
disana, membantu melancarkan misi ini.”
“tidak. Dio,
dengar, bukan aku tidak percaya pada kau. Tapi, aku memang tidak pernah percaya
lagi kepada siapapun di dunia ini. Aku sudah kenyang dengan hal-hal semacam
itu. Dikecewakan, dibohongi oleh orang terdekatku sendiri”
“baik, mungkin tidak kali ini. Jika kau sudah matang, hubungi aku
dan bergabunglah dengan aliansi ini. Okay, oh iya. Apa lukamu sudah sembuh?”
“sudah, Alhamdulillah. Kau mau bergegas?”
“ya, aku harus pulang, seminggu lagi pesta pernikahanku, aku sudah
mendaftarkanmu sebagai pemberi tausiyahnya. Jangan lupa tanggalnya, dan aku
juga sudah memasukkan data terbaru tentang target yang bisa kau buru,
orang-orang itu mungkin datang ke tempatku nanti jadi kau bisa eksekusi saja.
Baiklah, aku pamit.”
Teman kecilku, Cyberking, Claudio. Ia selalu menyuspkan asip-arsip
penting untukku dengan mudah. Karena ia merupakan bagian dari instansi
pemerintah, tapi ia tetap ramah. Aku tahu ia sengaja agar bisa merekrutku.
Kubuka kembali tentang data aliansi itu. SAIV, nama yang tidak asing, suku kata
dari ‘save’? penyelamatan? atau ‘saif’? pedang? mungkin keduanya. Masih mencari
pemimpin, cih, kenapa harus aku yang didepan. Sebaiknya aku teliti dulu
anggotanya yang ternyata seluruhnya bisa diandalkan untuk bidang eksekutor.
Mereka diberi inisial angka. Wajah tak pernah terlihat. Baik, aku harus pantau
perburuannya. Halo, nomor tiga. Semoga kau tidak mengacaukan perburuan
selanjutnya.
WHAT A HORROR STORY!!!
BalasHapus